Cari Blog Ini

Senin, 17 Desember 2012

Ramdani, diantara tiang Tol

Cahaya sore menerpa tiang-tiang beton penyangga Tol Pluit, Jakarta Utara. Di tengah bayangan tiang itulah tempat favorit sekelompok bocah untuk bermain bola atau sekadar bercanda dengan beberapa biji mercon jenis air mancur.

Dalam kesederhaan, para bocah itu menemukan kesenangan. Salah satunya Ramdani, bocah tujuh tahun ini terlihat riang dan sesekali usil di antara temannya.

Keriangan Ramdani usai ketika sang ibu memanggilnya dan meminta segera mandi. Saropah, 28 tahun, sosok ibu yang mandiri menghidupi anak-anaknya dengan hasil mencuci pakaian warga rumah susun. Suaminya telah meninggal dunia setahun lalu karena jatuh sakit.

Saropah bersama anaknya, Ramdani dan Sahrul yang masih bayi tinggal di bawah kolong tol, di antara tiang-tiang beton dan sekat-sekat serta tumpukan barang bekas. Hanya sebuah tempat tidur kayu dengan kelambu serta televisi 14 inci yang menjadi barang berharga.

Meskipun hidup seadanya, namun bagi Saropah masa depan harus tetap ada. Kedua anaknya adalah harapan. Terutama si sulung Ramdani yang dia sekolahkan ke Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Raudlatul Islamiyah.

Sebelumnya, Ramdani pernah sekolah di SD Negeri di Wacung, Penjaringan, Jakarta Utara. Namun empat bulan mengecap pelajaran, ibunya mengeluarkan dari sekolah karena tidak tega melihat anaknya selalu menangis di sekolah.

"Perhatiaan guru cuma sama murid yang bisa baca dan berhitung saja. Karena dia tidak bisa dan hanya bertahan empat bulan terus Dani saya keluarkan, Sebetulnya sekolahnya gratis cuman saya tidak tega," katanya.

Kini Ramdani kembali bersekolah. Meski belum membayar uang pangkal, namun tidak terbersit sedikitpun keraguan bagi Saropah untuk tetap menyekolahkan anaknya. Ia berharap kelak anaknya menjadi lebih baik, tidak seperti dirinya yang hanya bersandar hidup sebagai buruh cuci.

Blogku terbengkalai

Sudah 14 bulan fakum menulis, “males” mungkin itu salah satu faktornya. Selain itu tak banyak ide yang bermunculan di otakku yang harus saya tulis, ah entah mengapa. Padahal dulu satu bulan bisa hampir 10 posting yang sering saya muat di blog, yah walaupun itu hanya tulisan tulisan biasa, tapi setidaknya saya bangga bisa menumpahkan ide-ide itu. Hahhh mungkin salah satu faktor lagi yang buat saya fakum menulis itu “Mas”, ya otomatis Mas salah satunya. Sosok pria hebat, kakak, dan sekaligus orang tua semasa kami menghuni TMP15A, eko rusdianto yang saya beri nama Mas, biasanya dia yang menuntun dan memberi pembelajaran bagaimana menulis, yang mana semua itu tidak pernah saya dapati di tempat lain, tapi sudah hampir setahun lamanya ini saya tak berjumpa dengannya. Rindu sekali dengan Mas. Waktu saya memutuskan untuk kembali menjajaki ibu kota, saya berkomitment untuk tetap menulis karena saat itu saya fikir saya hanya sebentar saja, hanya 1 bulan saja, tapi semua diluar rencana akhirnya 4 bulan sudah saya berada di ibu kota tercinta, yah tanpa mas. Walaupun di rumah tersedia seperangkat komputer beserta jaringan internet dan laptop kesayang teman-teman, itu tak membuatku semangat menulis. Ada yang aneh saja jika saya mulai menuai ide dan kutuliskan di komputer atau laptop, itu yang membuat saya fakum menulis. Tapi malam ini ku coba menuliskan ide-ide itu lewat laptop...walaupun tak banyak tapi sedikit tulisan bisa saya posting :)